Good Night

A good night indeed. The baby and the bojo is sleeping. Bihihi.

This is my me-time~~ Doing my thesis (a little), blogging (a little too), and kriyip2 (the most). Buhu. I’m truly sleepy. But hey, being able to have a me-time after 3 months is a cause for celebration! And I’m going to celebrate it by writing a bit.

After being a mom, I’m thinking of reactivate my blog.

Yeah. Mau ngapain lagi coba emak2 jaman sekarang. Kalo ga ngurus anak-suami, paling ya kongkow (entah di mall, coffe shop, atau masjid), ngurus ol.shop, or ngeblog. So I choose blogging.

But then, a little hiccup. Which blog should I reactivate? Bahaha. Maklum, sisa2 blog jaman labil..

So I choose this one. And I cant believe the name of “The Aegis” is still relevant. Hihi. Back then I chose it because I loved Gundam. It’s the first Gundam of Athrun Zala in Gundam Seed (oh my, i still remember the cast). And now, because i’m a mom, aegis is a name that brings hope and prayer. It means protection and support. Just like what I want to be for my family.

But I still keep my tumblr too. I love the cute things I post and liked there~~ Hiburan banget, di antara serbuan berita dan iklan sinetron turki.

Wah. Its already dawn. I need to have some sleep.

So chao! Mata ashita~

Change is Bad

I always believe that change is good. So, when I heard my mom had to move to other school, I was excited. Moreover, her new school is a leading vocational school in hospitality. I thought, “This is great. Finally she gets the best school and students to teach.

Unfortunately, this transfer, or what they call ‘mutation’ has negative stamps all over it. Those who are transferred are considered worthless or maybe pain in the ass by headmaster of the old school.

That is weird. My mom is loved by her co-workers and especially her students. She gets a lot of presents and thank you notes from the inspired students, even from the alumni. She also gets along with other teachers. She coordinates English teachers team. All those people are willing to give positive testimonials about her, proven by the rave going in her old school.

Not to mention her achievements. She got the highest TOEIC scores at school.. She trained many English debate teams and many other competition. They won most of them.

The worst part is, she didn’t get a desk or cubicle in her new school. Oh men. Come on. You are one of the best school in Surabaya and you can’t get a desk for 1 teacher. Give me a break.

Surely, those things make her feel kind of down in the dump.

After I know the downside of being transferred, I feel kind of burned up. I am not angry about my mom undergoing a mutation. I’ll say it is inevitable. What I hate is the fact that why there should be a negative stamp on mutation. What kind of policy is that? Who makes that call?

At first I planned to criticize the policy by writing opinion letter in newspaper (hoping anyone is willing to publish :p), but then I thought back. Well, mutation also happens (way a lot) in other institutions. Small mistakes, and Mr XYZ will find himself drowning and serving in a remote area. Due to that broadly known tradition (without considering whether it is bad or good), I cancel my plan. I write it in a more personal and informal way in here, instead.

Maybe this writing won’t get anywhere. I am not sure anymore why I should write anything. Maybe I just want to defend my mom’s honor. You know, I grow up watching her work her tail off to perform her best. She buckles down even at midnight in order to prepare her materials. Also, in her fifties, she is still willing and eager to learn about IT & computer while her other friends just give up. Her determination is one to admire.

She has worked that hard to teach. And it pays off. Her students and colleagues respect her. I think that is the most important thing. In the end, people who rate teachers’ performance are the students. Sure, there must be people who don’t like her personally or hate what she does. Well, you can’t please everybody. As long as those little warm gifts and thank you notes are on her table, we should be grateful.

Besides, remember At-Taubah: 9?

And say (O Muhammad SAW) “Do deeds! Allah will see you deeds, and (so will) His Messenger and the believers. And you will be brought back to the All-Known of the unseen and the seen. Then He will inform you of what you used to do.”

As long as we have Allah, we’re gonna be find. I’m sure she will perform as well as she did back then. And sure, she will inspire her new friends and students along the way. Bismillah.

Happy birthday, Mom.

May you always find serenity and serendipity wherever you are.

Memento

It’s been almost 3 years since I wrote here. Clicking back through those past posts,, is nostalgic; seeing where I was, looking where I am. There is always this tingling feeling of guilt when you (particularly, I) read your (definitively, mine) old journal..

The old page of “Kulo Aku Saya Beta” shows the dreamy-teenage me.

The precious page of “CisInBar 1” shows how I do appreciate my days in Bandung.

The particular post of “What It Means To Be A Planner” somehow warms my heart.

When I decide to blog again, I think of deleting those old juvenile posts, or creating new blog. But, nah. I choose to use this blog, still. And making those posts as memento.

If I ever go astray again, I shall read this.

Remember how far you’ve come, not just how far you have to go. You are not where you want to be, but neither are you where you used to be.” – Rick Warren

*Kok mellow gini. Maybe it’s the sleep deprivation..*

Penting?

Niat awalnya, beres-beres kamar. Namun kemudian saya tertegun melihat tumpukan kertas dan buku, bingung mau saya pindahkan kemana semua itu. Lalu mata saya tertuju pada buku Asma Nadia yang saya letakkan khusus di atas tempat tidur di samping bantal.

Buku yang saya peroleh dari Agunk 4 tahun lalu. Buku yang saat itu terasa terlalu dewasa bagi saya untuk membacanya. Saya penasaran, bagaimana rasanya jika saya yang sekarang membaca buku tersebut. Akhirnya, saya putuskan untuk duduk dan membaca.

“Saya tidak pernah mencintainya. Saat itu saya ingin ikhlas ketika menikah. Karenanya… saya memutuskan tidak melihat wajah istri ketika kami berproses. Saya baru melihatnya setelah di pelaminan. Betapa kagetnya saya…karena perempuan itu sama sekali tidak cantik!”

– Menikah Tanpa Memandang. Catatan Hati Seorang Istri

Mba Asma Nadia terdengar heran dalam tulisannya. Meskipun setulusnya dia menghormati dan tidak menghakimi sikap temannya itu. Dan tawa saya pun meledak ketika di akhir cerita Mba Asma menulis,

Meski jika dibenarkan, ingin sekali saya meninjunya.

Hahaha. Mengesalkan memang. Tapi kadang, mau bagaimana lagi, memang laki-laki itu makhluk visual. Wajar jika mereka memasukkan penampilan sebagai salah satu syarat tumbuhnya cinta.

Namun untungnya, sang teman ini bertanggung jawab terhadap pilihannya dan keluarganya. Fiuh. Yang mengingatkan saya kepada kalimat bijak seorang tokoh islam. (Yaa, saya lupa siapa. maaf tidak akurat. untungnya ini bukan skripsi)

Menikahlah dengan lelaki sholeh. Jika dia mencintaimu, dia akan membahagiakanmu. Jika dia tidak mencintaimu, dia tidak akan menyakitimu

Saya akhirnya mengerti realisasi kalimat itu ketika menyandingkannya dengan kisah Mba Asma di atas.

Lalu yang menyedihkan adalah bagaimana cara membangun keluarga tanpa cinta.. Bagaimana mengajarkan cinta kepada anak jika rupanya orang tua mereka tidak saling mencinta..

Duh, ikhwan, tidak perlulah sok ikhlas. Sadari diri bahwa kalian membutuhkan eye-candy or apple of your eyes untuk hidup dan mencinta.

Duhai, Maha Pembolak-balik Hati, selipkan dan tumbuhkan cinta di hati para pasangan dan keluarga yang telah terlanjur berada di situasi semacam ini.. agar mereka bisa mencintai satu sama lain dan mengajarkan sebentuk cinta-Mu kepada anak-anak mereka.

Dan.. Duh, Maha Pemilik Cinta, hindarkanlah kami perempuan-perempuan lajang ini dari pernikahan yang tanpa cinta..

 

— dan saya masih belum beranjak untuk kembali beres-beres. wah.

Setelah Itu

Selama masa TA, menulis adalah sesuatu yang mengerikan buatku. Setiap menulis, rasa takut dan ragu selalu saja menyertai. Bahkan, tulisan TA-ku tidak menunjukkan setitik pun bahwa saya memiliki kegemaran menulis. Oh.

Yah, setelah masa itu berakhir, kembali nge-blog adalah sebuah pembebasan diri. Fiuh. Sekaligus untuk memenuhi permintaan fans setiaku. *bweh*

So, as my coming back, saya ingin berbagi cerita.

Proses TA sejak Juni 2011 adalah sebuah drama, there was climax and twist and many things. Haha. Beneran deh. Dan ini adalah pelajaran terdalam dari drama tersebut. Hikmah yang semoga dapat saya pegang dan laksanakan selama sisa hidup.

This one is for real.

Yeah, selama ini saya punya kecenderungan untuk melarikan diri ketika kenyataan tidak berjalan sesuai harapan. Meskipun alasan atas itu adalah diri saya sendiri. Saya melarikan diri. Dan berharap bahwa things will be better tomorrow. But you know, there is no tomorrow. There’s only today. This ‘today’ determines your tomorrow. Kalo kata Agunk, "Jangan berharap kondisi akan lebih baik, kitalah yang harus lebih kuat."

Dan di masa TA ini, terutama di kondisi mepet penuh tekanan dan deadline ini, saya belajar bahwa tidak seharusnya saya lari. Sepahit apapun. Maju. Jelaskan. Komunikasikan. Pull through. Kuatkan seluruh sel, pikiran, dan mood untuk tetap berjuang memenuhi janji. Do not compromise. Jikalau hasilnya buruk, yang terpenting adalah selama proses, saya sudah berjuang yang terbaik.

Just face it. Life is much easier if I don’t runaway.

There will always be a way to make your dreams come true.

Jadi, yah, siapapun yang membaca tulisan ini, and one day find me repeating the same mistake,, please stab me in the front. Tell me off and get me back on my feet. I’ll be so thankful for that.

Selasa, 03.11.2009

secercah keberanian untuk berbagi mimpi dan harapan

Suara tangis meraung-raung layaknya sirine yang tak merdu memecah keheningan pagi, mengundang tanda tanya orang sekosan, mengganggu waktu baca koranku. Telusur punya telusur, suara tangisan itu berasal dari putra pemilik kosanku, code name Anjas. Rupanya, ayahnya meninggal di Cepu pagi ini.

Untuk Yang Akan Pergi

Kematian selalu menjadi pelajaran dan peringatan bagi mereka yang masih diberi berkah kehidupan. Suatu saat nanti di suatu tempat, kita yang masih hidup ini pasti akan mati. Sadarkah kita mengapa Allah tidak pernah membuka misteri masa depan kita kecuali satu kepastian bahwa kita pasti mati? Agar kita mempersiapkan diri. Agar kita berhati-hati bahwa orientasi hidup tak hanya untuk dunia, melainkan untuk kehidupan setelah mati. Allah tidak membocorkan rahasia kapan dan dimana kita akan mati tetapi Allah memberi kita kesempatan untuk memilih, bagaimana kita akan mati. Husnul khotimah? Su’ul khotimah? Itu pilihan kita, dengan ridho Allah.

Dikala aku dimandikan
Aku menyadari
Betapa pentingnya memelihara kesehatan jasmani

Dikala aku dibungkus kain kafan
Aku menyadari
Betapa pentingnya memelihara kehormatan diri

Dikala aku disholatkan
Aku menyadari
Betapa pentingnya memelihara pengabdian diri

Dikala aku diantarkan kepemakaman
Aku menyadari
Betapa pentingnya memelihara silaturahmi dan persahabatan

Dikala aku dikuburkan
Aku menyadari
Betapa pentingnya memelihara rasa tanggung jawab

Dikala aku ditangisi sanak dan famili
Aku menyadari
Betapa pentingnya menangisi diri

Dikala aku ditinggal sendiri
Aku menyadari
Betapa pentingnya mendekatkan diri pada Ilahi

Dikala aku terkujur dalam kegelapan
Aku menyadari
Betapa pentingnya mencari cahaya ilmu

Bagi Yang Ditinggalkan

Kita mungkin ingat bahwa kita akan mati dan jangan lupakan pula bahwa orang-orang dekat kita – orang tua, sahabat, saudara, dst – juga akan mati, bisa jadi, sebelum kita. Menghadapi kepergian orang yang kita sayangi memang bukan perkara mudah, pasti ada duka terselip di dada. Tapi bagaimana kita menyikapi duka dan mempersiapkan diri menghadapi duka itu?

Sadarilah bahwa siapapun itu yang kita sayangi, adalah milik Allah. Jikalaupun kita mencintai dan dicintai seseorang, sadarilah bahwa Allah lah yang Maha Pencinta dan Dicintai. Jika dia pergi, masih ada Allah yang bisa kita cintai, yang mencintai hamba-Nya, yang kepadanya kita masih bisa menumpahkan segala keluh bahkan harapan.

Mandiri. Ini hal terpenting untuk selamat hidup di dunia. Sering kali kita menangisi seseorang karena kita amat terikat dengannya, atau bahkan amat tergantung kepadanya. Ini harus dikikis.

Kita awalnya sendiri dan akhirnya sendiri. Mereka yang berhasil adalah mereka yang meletakkan dunia di tangannya dan akhirat di hatinya. ~Pramoedya Ananta Tour

Meskipun di awal dan di akhir kita pasti sendirian, di tengah-tengah kita masih bisa bersama dan bergerombol. Mandiri bukan berarti memutus kehidupan dengan orang-orang sekitar. Bagaimanapun juga kita makhluk sosial yang membutuhkan orang lain untuk bertahan hidup.

 

– my unfinished writing. it’s been 2 years and never finished.

Re-write.Re-live

“Kita menulis untuk mempertinggi kepedulian kita akan hidup. Kita menulis untuk merasakan lagi kehidupan kita, dalam sebuah ingatan dan dalam sebuah kenangan kembali. Kita menulis agar kita mampu meraih hidup yang lebih bermakna, untuk meraih apa yang ada di baliknya, untuk mengajarkan diri kita bagaimana berbicara pada orang lain.”

— Anaïs Nin 

(via kuntawiaji) *berasa masih di tumblr.

Dalam upaya menambah produktivitas dan mengurangi kegejean, saya putuskan untuk kembali menulis. Yaa, meskipun di tulisan yang pertama setelah sekian lamanya ini, saya tidak melakukan sesuatu yang berarti,, tapi paling tidak saya mengetikkan beberapa patah kata di sini. Phew. Ok, baby step.

Gifts oleh Arashi

Pertama kali mendengar lagu ini, musiknya terdengar seperti musik-musik mellow Disney. “There must be something deep with this song,” pikirku kemudian. Dan rupanya benar, Aiba-san menyebutkan bahwa lagu ini ditujukan untuk ibu. Arashi mengenang kembali kehangatan & dukungan ibu sekaligus berpikir untuk melakukan hal yang sama kepada keluarga mereka di masa depan.

Nah, ini dia, Gifts, dari album ke-9 mereka, Boku ni Miteiru Fukei.

ギフト – Gifts

どれだけ時間が過ぎただろう 優しく僕の手を握るあなた
そんな景色が 何故か今になって 胸の深いとこ熱くする

doredake toki ga sugita darou / yasashiku boku no te wo nigiru anata
sonna keshiki ga / naze ka ima ni natte / mune no fukai koto atsuku suru

Entah sudah berapa lama sejak terakhir dirimu menggenggam tanganku dengan penuh kelembutan.
Kenangan itu entah mengapa dapat menghangatkan hatiku.

いつから大事な言葉ほど 素直に言えなくなったんだろう
ふと見つめた その背中は少しだけ 小さく思えた

itsukara daiji na kotoba hodo / sunao ni ienaku nattan darou
fu to mitsumeta / sono senaka wa sukoshi dake / chiisaku omoeta

Entah sejak kapan aku menjadi sulit berterus terang kepadamu,
Ketika sekilas kulihat dirimu dari belakang, engkau nampak semakin mungil

自分の弱さを知るたびに あなたのぬくもりを知りました

jibun no yowasa wo shiru tabi ni / anata no nukumori wo shirimashita

Setiap kali aku memahami kelemahanku, saat itu pula aku menghargai kehangatanmu.

この歌が響くようにと 届くようにと 飾らないそのままの思いを
僕がいつか誰かを 守るときがくれば あなたの手を思い出すだろう

kono uta ga hibiku you ni to / todoku you ni to / kazaranai sono mama no omoi wo
boku ga itsuka dareka wo / mamoru toki ga kureba / anata no te wo omoi dasu darou

Semoga lagu sederhana ini sampai dan menyentuhmu,
Jikalau tiba saatnya bagiku untuk melindungi seseorang, aku akan mengingat bagaimana engkau memegang tanganku.

あなたは痛みや悲しみを 決して人に見せたりしないのに
僕の弱さを 自分の痛みかのように 小さく笑った

anata wa itami ya kanashimi wo / keshite hito ni misetari shinai noni
boku no yowasa wo / jibun no itami ka no you ni / chiisaku waratta

Engkau tidak pernah menunjukkan kesedihanmu kepada orang lain,
Hanya tersenyum,
engkau menanggung kesusahanku seakan itu adalah kesusahanmu.

旅立つ僕に何度も何度も 生きる勇気をくれました

tabi datsu boku ni nando mo nando mo / ikiru yuuki wo kuremashita

Berulang kali, engkau memberiku semangat ketika aku berangkat menjalani kehidupan,

遠い街から眺めてるよ どんなときでも 確かなひとすじの思いを
夢に続くこの道 立ち止まったときは あなたの声が聞こえてくるよ

tooi machi kara nagameteru yo / donna toki demo / tashika na hitosuji no omoi wo
yume ni tsuzuku kono michi / tachi domatta toki wa / anata no koe ga kikoete kuru yo

Aku mengamatimu dari kejauhan, terselip perasaan yang begitu nyata,
Ketika aku terhenti di tengah perjalananku mengejar mimpi, aku mendengar suaramu (menyemangatiku)

この歌が響くようにと 届くようにと…

kono uta ga hibiku you ni to / todoku you ni to. . .

Semoga lagu ini sampai dan menyentuhmu. . .

それはまるで どこか懐かしい 匂いがするような一輪の花
僕がいつか誰かを 守るときがくれば あなたの手を思い出すだろう

sore wa marude / dokoka de natsukashii / nioi ga suru you na ichiri no hana
boku ga itsuka dareka wo / mamoru toki ga kureba / anata no te wo omoi dasu darou

Wangi bunga itu membuatku bernostalgia,
Jikalau tiba saatnya bagiku melindungi seseorang, aku akan mengingat bagaimana tanganmu memegang tanganku.

——

Lagu ini mengingatkanku kepada ibuku. Hh, this is a tear-jerker song. damn.

Agenda Isu

Tengok beberapa isu yang beredar di media elektronik baru-baru ini,
Kemacetan Jakarta
Pemindahan Ibukota
dan yang paling hangat baru keluar dari oven, eh ruang studio; Redenominasi Rupiah.
Pernahkah terbesit, mengapa isu-isu ini yang diangkat?

Sebentar. Ada baiknya kita memahami, apa itu isu?
Menurut kitab bahasa Indonesia kita adalah
1. masalah yg dikemukakan untuk ditanggapi;
2. kabar yg tidak tentu kebenarannya dan tidak jelas asal usulnya; kabar angin; desas-desus;
Di bahasa Inggris, ada juga kata yang pengucapannya sama dengan ‘isu’ yaitu ‘issue’, yang artinya permasalahan, poin dalam diskusi, kegiatan mengeluarkan peraturan. ‘Issue’ tidak pernah mengandung arti ‘desas-desus’. Hm, jadi sebenarnya ‘isu’ itu bahasa serapan atau bahasa asli Indonesia ya?

Ok, that’s not a big deal. Lanjut. Kita kembali membahas isu-isu tersebut.

Kemacetan Jakarta sejak jaman pembangunan masa Pak Harto sudah jadi persoalan. Mobil-mobil membanjir masuk Jakarta. Pemerintah memutuskan memilih kendaraan umum berbasis mobil (seperti angkot, bis, metromini, kopaja) ketimbang alat transportasi publik lain seperti trem dan subway. Jadilah jalanan Jakarta semakin penuh, kemudian diperlebar, kemudian penuh lagi, kemudian dibangun tol-tol dalam kota, kemudian penuh lagi, diperlebar lagi. Dan hingga sampai pada titik ini, dimana pertambahan luas jalan tak lagi sebesar dulu. Sampai-sampai pula, ada ramalan ilmiah yang menyatakan Jakarta akan macet total pada 2015.

Sebenarnya, Ini persoalan lama. Persoalan ini tak kunjung usai bukan karena jarang dibahas. Sungguh, coba lihat berapa banyak kuliah, forum, seminar, skripsi, tesis, yang membahas mengenai solusi kemacetan. Persoalan ini tak beres-beres, karena memang tidak ada niatan (dan anggaran) kuat dari pemerintah (dan masyarakat) untuk mengaplikasikan solusi-solusi tersebut.  Lalu mengapa baru diangkat sekarang? Apakah ada isu lain yang saat ini ingin ditutupi?

Masih tentang Jakarta, dibilangnya Jakarta terlalu berat menahan beban sehingga fungsinya sebagai kota tidak lagi efisien dan efektif. Agar fungsi kota Jakarta kembali (termasuk berkurangnya kemacetan), beban itu harus dipindahkan dari punggung Jakarta. Bagaimana caranya? Pindahkan ibukota. Ini lagi-lagi isu lama, sejak jaman Pak Karno malah. Jika anda dekat dengan lingkungan kampus, pasti tak asing dengan isu ini. Lalu mengapa baru muncul sekarang?

Salah Satu stasiun televisi kita menayangkannya sambil mengundang serta Walikota Palangkaraya, kota yang disebut-sebut sebagai calon ibukota baru. Padahal dalam pembahasannya, ya tidak real-real amat, sekedar masih wacana, meskipun si walikota mengaku, sudah ada analisis politik dan ekonomi yang mendukung. Herannya, kok sampai bawa walikotanya segala? Mengapa pula isu ini diangkat? Apa ini hanya akal-akalan si walikota untuk menumbuhkan citra baik di pusat dan daerah?

Dan yang paling mengherankan, isu terbaru, Redenominasi Rupiah. Rizal Ramli diundang sebagai keynote speaker. Well, orang itu memang pintar. Dia selalu dapat menyederhanakan persoalan ekonomi yang rumit menjadi mudah dipahami orang awam. Setiap berceramah, di telinga saya, dia seakan berteriak, “Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, pasti akan mempengaruhi hidup Anda! Pedulilah!” Maka, malam ini pun sama, dengan gayanya yang khas seperti itu, dia membeberkan analisisnya mengenai efek dan urgensi redenominasi Rupiah. Singkat penjabaran, kebijakan itu tidak penting dan akan merugikan masyarakat.

Dimana mengherankannya? Gubernur BI baru saja berganti dan dilantik. Banyak yang tidak setuju memang dengan tokoh yang satu ini, apalagi calon Gubernur BI ya hanya dia seorang. Nah, di tengah ketidakpercayaan semacam itu, dengan kondisi baru dilantik, apa mungkin dan logis jika Pak Darmin melontarkan kebijakan itu? Apakah dia terlalu bodoh atau memang ingin bunuh diri?

Saya jadi bertanya-tanya, apa benar ini isu baru? Mungkinkah ini juga sebenarnya isu lama, hanya saja diangkat sekarang? Lalu mengapa isu ini diangkat? Mengapa sekarang? Apakah mungkin ada agenda yang dibawa oleh si stasiun tv? Misalnya, membuat opini publik negatif terhadap BI (dan akhirnya pasti berujung pada pemerintah) sehingga kepercayaan masyarakat kepada kepemimpinan Pak Esbeye pun menurun, misalnya.

Well,, televisi, radio, internet, koran, majalah, memang memberi kita akses berlimpah terhadap informasi. Arus informasi yang deras ini jangan sampai menghanyutkan kita. Tidak mau dong jika kita menjadi masyarakat yang dapat dikendalikan media? Karena itu, sudah saatnya pula kita semakin kritis (dan skeptis, mungkin) dalam melihat informasi. Bukan saja sejauh mana kebenarannya, tetapi juga alasan mengapa persoalan itu diangkat.

– efek ga ada tv kabel, minim tontonan.

Kacamata

Salman sedang dalam kondisi damai. Aku mengitarkan pandanganku dan jreeng, aku melihat Kang Salim dan Kang Sufyan. Aku sapa mereka dengan mata berbinar, maklum lama tidak bertemu. Mereka balas menyapa dengan riang, tapi atas alasan yang berbeda.

Kang Salim menghampiri sambil mensortir surat-surat di tangannya. Lalu berkata, “Plano deket sama SR kan.. Hhm, ke TG juga sekalian ya!”
(Yang benar saja, Plano di gerbang depan dan TG di gerbang belakang. Jelas tidak dekat.)

“He?” hanya itu reaksi pertamaku.

Sedetik berpikir, aku kemudian sadar, ini untuk urusan seminar cyber media yang akan diadakan jumat besok. Merasa direpotkan, aku mengajukan berbagai alasan dan argumen. Mengeles.

Kang Sufyan menyela, “Ah, Danar ini, kacamatanya kacamata capek sih. Pake kacamata ladang amal dong!”

Aku cuma mengerutkan kening, berpikir, “Oh, maksudnya sudut pandang.” Lalu aku semakin berkerut, “Benarkah selama ini aku berpikir bahwa amanah itu merepotkan?”

Still dealing with the thought, pada akhirnya aku menerima surat-surat itu dan menyampaikannya ke TU SR, DP, dan TG.

Tetapi ceplosan Kang Sufyan itu mengena betul. Nampaknya selama ini aku selalu memandang amanah sebagai sesuatu yang merepotkan dan menjauhinya. Padahal, jika aku menengok ke belakang, aku pada jaman tingkat 2, pas di Gamais, aku selalu bersemangat menerima kerjaan. ‘Kemana semua semangat ituuu?”

Mungkin jaman dulu Gamais berhasil mencuci otakku sehingga yang ada di pikiranku hanyalah berbuat yang terbaik dan terbanyak agar diperhatikan dan disayang Allah. Bahasa sononya, fastabihulkhoirot. Well, memang benar, prestasiku meningkat di kala itu. Semangatku tidak habis-habis. Ketika tugas kuliah bertumpuk, aku tetap bersemangat untuk berkegiatan. Bergadang (benar-benar tidak tidur) demi deadline lay-out. Sibuk, bahkan mengeluh pun tidak sempat. Haha. I was full of action back then. Now, I am full of words yet zero action. Waks!

Lagipula, saat itu, ada hm, seseorang yang menyemangatiku dan menjadikan aku semangatnya. It meant a lot. Hahahaha. Aih, my precious past.

Yah. Kang Sufyan, terima kasih banyak atas kata-kata yang menohok. Aku memang sebaiknya mengubah sudut pandang.

Hwee, akaang, terima kasiih. m(_)m

~After deadline 1. When I say ‘after’ it doesn’t mean I’ve finished my task. It’s just that I miss the deadline :p