— hanya pendapat.
Beberapa hari ini tajuk rencana Kompas membahas sikap permisif masyarakat Indonesia yang menyuburkan bibit teroris di negara ini. Katanya, salah satu alasan mengapa masyarakat tidak mengacuhkan lingkungan sekitar dan bersikap ‘boleh boleh saja’ adalah karena kesejahteraan yang masih rendah. TIngkat kesejahteraan yang rendah ini membuat masyarakat tidak bersikap rasional dalam bertindak maupun menilai peristiwa.
Jadi, ada keterkaitan erat antara hidup sejahtera dan berpikir rasional. Awalnya aku heran, namun
akhirnya aku sendiri tidak menyangkal hal ini karena pemikiran-pemikiran ini sempat merasuk juga dalam pikirku. Coba tengok, selama ini aku bisa tenang membaca koran, menonton berita, membeli buku, membaca buku, menjelajah internet, dan belajar – yah, apapun
untuk menambah pengetahuan – karena ada kepastian uang bulanan yang mencukupi dari orang tuaku (anggap saja gaji). Hidup jadi tenang, ibadah jadi nyaman, banyak yang bisa disyukuri, dan diri yang bisa dikembangkan.
Otak vs Perut
Nah, perasaan itu mulai luntur sekarang. Sebentar lagi aku harus hidup mandiri. Keinginan untuk bekerja (ataupun magang) dan mendapatkan pemasukan menjadi tak terbendung. Kebutuhan untuk mandiri dan survive tumbuh. Di saat seperti ini, yang kupikirkan hanyalah cari magangan, cepat lulus, cepat bekerja, dan memperoleh gaji yang memadai. Bekerja dimanapun tak jadi masalah, bank, tv, konsultan, pu, bappenas, pemkot, dsb. Yang penting aku bisa mendapat kepastian pemasukan memadai, mandiri, dan dapat menolong orang lain. Hal-hal seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan terpinggirkan (misalnya, mencari beasiswa S2). My God! Aku kaget juga bagaimana aku bisa berpikir sestandar dan sedatar itu. Rupanya kepastian dalam keuangan itu penting. *baru merasa memasuki dunia orang dewasa* Kata orang, duit memang bukan segalanya tapi tanpa uang kita tak bisa apa-apa. Ugh. Hate it but it’s undeniable.
Aman
Yah, bagaimanapun rejeki kita sudah dijamin dan ditentukan oleh Allah. Sekarang tinggal usaha kita untuk menjemput rezeki itu (ya sebagaimana kita berusaha menjemput jodoh). Semoga Allah memudahkanku dalam meraih rezeki dan jodoh itu. Aku percaya apa yang diberikan Allah adalah yang terbaik untuk kita. Tinggal usaha dan doa kita saja.