— tulisan ini mencerminkan hanya sebagian kelompok pemuda. No offense.
"Masa depan ada di tangan generasi muda. Hari penuh tantangan akan menjadi tanggung jawab pemuda. Karena itu, kaum muda tak hanya harus kritis, namun SOLUTIF."
Pemuda saat ini berani maju dan bicara. Era kebebasan, kata mereka. Tak ragu mereka menuding dan membongkar kesalahan. Tak jarang dengan lantang meneriakkan apa yang mereka anggap kebenaran. Namun, seringkali sedikit dari mereka yang menyuarakan solusi dan langkah konkret. Ini adalah suatu kehilangan besar bagi kaum muda.
Kritis itu penting. Menyatakan persoalan itu harus. Tapi lebih penting lagi adalah mencari solusi. Jengah telinga ini mendengar omongan sombong, abstrak, tanpa solusi, dan penuh emosi para pemuda di suatu forum. Banyak dari mereka yang berbicara menggebu-gebu, sedikit dari mereka yang berbicara bijak dan solutif.
gambar dari : http://fraijonpurba.wordpress.com/
Celoteh Pemuda di Suatu Malam
Hal seperti ini terjadi di berbagai sudut hidup, mulai dari himpunan, bem, dan eksternal kampus. Saya beri contoh dalam konteks Pemilu 2009 yang baru saja berlangsung. Ada dari mereka yang berani menyatakan, "Saya tidak bangga mempunyai presiden yang terpilih dengan cara manipulasi!" *melihat kalimat ini, Anda bisa tebak dia memihak partai mana*. Ada pula yang berteriak penuh emosi, "Saya ragu harus menyebut apa yang terjadi di Pemilu 2009 ini sebagai kesalahan atau kecurangan?!". Dan bla bla blaaaa seterusnya sampai berbusa.
Pemerintah (terutama pusat) selalu menjadi sasaran kritik mereka. Padahal ini negara kita bersama, indonesia kita, namun begitu ada persoalan terjadi, semua buru-buru menuding pemerintah sebagai pelaku kesalahan. Tidak mencoba menengok ke dalam diri masing-masing. Takut menemukan kesalahan dalam diri, tidak ingin dicap ‘turut andil salah’, mungkin.
2 pemikiran melayang di kepalaku
1." Heran. Tidakkah mereka capek berteriak-teriak penuh emosi seperti itu?" Mengapa mereka tidak bisa mempersingkat apa yang ingin mereka katakan? Mengapa tidak bisa sopan dalam berbicara? Apa berbicara politik harus keras? Padahal apa yang mereka nyatakan tak jauh berbeda dengan para politikus yang sudah tua-tua itu. Tidak inovatif sebagaimana layaknya pemuda. Apakah mereka hanya mencontek?
2. "Lalu harus bagaimana kita??". Semua orang yang berbicara berhenti pada tahapan pernyataan persoalan. Lha, solusine piyee?? Apa menemukan solusi bukan ranah pemuda? ranah pemerintah yang berkuasa saja?
Alamaaak, saya yakin tidak semua kaum muda seperti itu tipenya. Coba bayangkan jika misalnya 20 tahun ke depan, Indonesia ini dipegang oleh pemuda-pemuda masa kini yang jago mengkritik, jago bicara, gemar menggunakan emosi, nampaknya keadaan negara tidak akan jauh berbeda dengan kondisi saat ini. Apa itu yang kaum muda inginkan? Mana perubahan dan perbaikan yang dapat diusung?
Negara takkan menjadi baik hanya dengan kritik, tetapi harus disertai solusi. Dan saya yakin pasti ada mereka-mereka yang solutif, tidak penuh emosi, dan tidak memakai topeng. Semoga. Saya yakin para pemuda masih punya waktu untuk memperbaiki diri, mempersiapkan diri menjadi pemimpin bangsa dan bahkan negarawan.
Agar Saya Tak Menelan Ludah Sendiri..
Yaah, sebenarnya apa yang saya lakukan saat ini juga menyatakan persoalan, jadi supaya saya tidak menelan ludah sendiri, saya harus memberi pandangan mengenai apa yang seharusnya kaum muda (termasuk saya) lakukan :
1. Saat ingin berbicara, tanyakan dulu pada diri sendiri, "Apakah apa yang akan gw omongin ini berguna, mengandung solusi atau cuma sekedar memenuhi hasrat gw pengen tampil dsb?"
2. Singkat & lugas saat menyatakan persoalan, beri penekanan pada apa yang penting
3. Padat & (boleh) panjang saat menyatakan solusi
4. Jaga intonasi bicara, supaya inti dari omongan kita sampai pada para pendengar
5. Ga usah pake emosi, ga bijak tau.
Yak, akhir kata..
masa depan diraih bukan dengan sekedar kata-kata atau bahkan omong kosong, melainkan dengan tindakan. *ayoo ayooo, nulis mulu juga nie aku, kerja kerja blajaaar!*